Jumat, 30 Januari 2009

Mampukah Obama Hindari Lobi Yahudi?

Image
Sudah jadi rahasia umum, Presiden AS dekat dengan kelompok lobi Yahudi. Setiap kebijakan yang diambil, utamanya menyangkut Timur Tengah, harus berdasarkan rundingan kelompok ini. Bagaimana dengan Obama?
Kemunculan Barack Hussein Obama memang fenomenal. Ia mematahkan stereotip dan sekat rasisme sejak Negara Adidaya itu berdiri lebih dari tiga abad lalu, bahwa AS hanya bisa dipimpin oleh ras Anglo Saxon. Ia seolah simbol harapan datangnya tatanan dunia baru, setelah dunia muak dengan kebijakan-kebijakan George W Bush maupun presiden AS sebelumnya.

Apalagi, saat pidato pelantikannya, 20 Januari lalu, ia begitu menekankan pentingnya perdamaian dengan warga dunia dari berbagai macam ras dan agama. Bahkan, dengan orang yang menganggapnya musuh sekalipun. Ia juga langsung melaksanakan janjinya untuk menutup tahanan militer Guantanamo, Kuba, sehari setelah resmi menjadi presiden.

Namun, pidato pelantikan itu kemudian memunculkan pertanyaan dunia. Bagaimana sikapnya atas konflik yang terjadi di Jalur Gaza? Pasalnya, ia sama sekali tidak menyinggung agresi Israel selama tiga pekan.

Adalah persyaratan tak tertulis setiap Presiden AS harus memiliki kedekatan dengan American-Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Organisasi Lobi Yahudi, lebih dari seabad bergerilya dalam tatanan politik tingkat tinggi di AS.

Sudah banyak contoh politisi AS yang meremehkan AIPAC akan menghadapi dampak buruk. Bahkan, kematian Presiden John F. Kennedy pada 1963 pun diduga karena mengabaikan kepentingan Israel di Timur Tengah. Ia sempat menekan Perdana Menteri Israel David Ben Gurion soal nuklir.

Menyebut contoh kekuatan AIPAC adalah ketika Presiden Gerald Ford pada 1975 meminta Israel hengkang setelah delapan tahun menduduki Gurun Sinai, Mesir. Tak cukup itu, Ford juga memerintahkan mengevaluasi kembali hubungan AS-Israel. Namun, berkat lobi AIPAC, 76 anggota Senat AS mementalkan perintah itu.

Hal yang sama juga berlaku terhadap pimpinan AIPAC yang dianggap memble. Dia dipastikan tidak akan bertahan lama di sana. Salah satu contohnya adalah mundurnya mantan Direktur Legislatif AIPAC Douglas Bloomfield pada dekade 1980-an. Padahal, ia sempat menyebut bahwa organisasi itu telah mencatat sukses karena mewakili kepentingan nasional AS dan bekerja di dalam kekuatan-kekuatan politik AS.

Lalu, apa yang sebenarnya membuat AIPAC memiliki pengaruh kuat? AIPAC menyebut seiring sikap warga AS yang menyadari pentingnya hubungan kuat Israel-AS, organisasi itu akan terus melanjutkan diskusi dengan para pembuat kebijakan di semua level pemerintahan AS.

AIPAC memiliki sedikitnya 65 ribu anggota di 50 negara bagian AS, dengan misi utamanya mendukung kepentingan AS di Timur Tengah dan memperkuat relasi AS-Israel. Perwakilannya melakukan 2.000 pertemuan setiap tahun dengan para anggota Kongres AS dan turut memberikan arahan dalam proses pembuatan peraturan yang berkaitan dengan kepentingan Israel.

Lalu bagaimana hubungan organisasi ini dengan Obama? Presiden AS yang sempat mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di Jakarta ini tampaknya menyadari kuatnya cengkeraman Lobi Yahudi. Jauh sebelum pemilihan presiden AS, ia telah beberapa kali bertemu di sejumlah forum organisasi ini.

Contohnya, ketika pada 13 November 2008, ia sempat berpidato di depan forum AIPAC. Dia berjanji tidak akan berkompromi soal keamanan Israel dan menjanjikan Yerusalem akan menjadi ibukota Negara Zionis itu. Dia pun menolak menyalahkan Israel sebagai biang keladi masalah di Timur Tengah dan menyebut Iran sebagai ancaman lebih besar daripada Irak.

“Sebagai presiden, saya akan melaksanakan nota kesepakatan untuk menyediakan dana US$30 miliar untuk membantu Israel selama dekade berikutnya,” kata Obama.

Sejumlah pihak juga menanggapi skeptis pemihakan Obama terhadap keadilan di Timur Tengah. Ia dinilai selalu bersikap mendua atas konflik yang terjadi di Jalur Gaza antara Israel dan Hamas.

“Saya yakin dia (Obama) ketika berbicara dengan orang Yahudi, akan lebih Yahudi dari orang Yahudi. Tapi ketika berbicara dengan kami (Palestina), dia sangat diplomatis,” kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi.

Pidatonya yang tak menyinggung konflik Gaza membuat pengamat Bima Arya Sugiarto menyimpulkan sebagai indikator Obama tidak peduli pada konflik itu. Secara pribadi Obama akan sulit menolak AIPAC. Sebab, Yahudi merupakan salah satu penyandang dana terbesar dalam kampanye politik Obama.

Selain itu, tambahnya, secara historis Partai Demokrat memiliki kedekatan dengan jaringan Yahudi. "Jadi kemungkinan Obama dapat mendamaikan Israel-Palestina sangat kecil, apalagi yang menguntungkan Palestina. Saya kira paling banter hanya gencatan senjata lagi yang kan terjadi," paparnya.

Masuk akal. Sehari setelah pelantikan Obama, komunitas Yahudi mengadakan perayaan sendiri. Panitia resepsi, seperti dilansir media Israel Haaretz, mencatat sekitar 800 orang Yahudi menghadiri pelantikan Obama.(Inlh/sbl)(sabili)

Tidak ada komentar: