Selasa, 30 September 2008

Hizbut Tahrir dan Jemaah AnNadzir Pagi Ini Gelar Salat Ied



Hizbut Tahrir dan Jemaah AnNadzir Pagi Ini Gelar Salat Ied


Selasa, 30 September 2008 07:15 WIB
JAKARTA, SELASA - Meski pemerintah menetapkan 1 Syawal 1429 H jatuh Rabu (1/10), ada sebagian orang yang telah merayakan Idul Fitri, Selasa (30/9). Antara lain jemaah Hizbut Tahrir Indonesia dan jemaah Annadzir. "Setelah memeriksa hilal syara pada malam ini (Senin 29 September 2008), maka telah terbukti adanya ru'yat hilal secara syar'iy di sejumlah negeri muslim. Karena itu Selasa (30 September 2008) adalah Idul Fitri 1 Syawal 1429 H." Demikian pengumuman resmi Hizbut Tahrir Indonesia dalam situs resminya www.hizbut-tahrir.or.id. Sesuai infrmasi yang diterima Kompas.com, di Jakarta, jamaah Hizbut Tahrir Indonesia menggelar Salat Ied di pelataran parkir Kompleks Crown Palace, Tebet, Jakarta. Jamaah HTI di kota lain juga berencana menggelar Salat Ied hari ini. Antara lain di Sulawesi Selatan yang dipusatkan di Gedung Juang 45, Jalan Sultan Alauddin dan Masjid At-Takwa Bumi Tamalanrea Permai, Jalan perintis Kemerdekaan, Makassar. Sementara itu, jamaah Annadzir yang terkenal karena kebiasaan mengecat rambutnya dengan warna cokelat di Gowa, Sulsel juga akan menggelar Salat Ied hari ini. Berbeda dengan kaum muslim lainnya yang menggunakan metode hisab perhitungan matematis astronomi dan rukyat, jamaah Annadzir melakukan pengamatan dengan melihat tingkat surut air laut. Mereka menilai pasang laut menunjukkan bulan, Bumi, dan Matahari telah berada satu garis konjungsi. Setelah melihat pasang laut, mereka langsung membatalkan puasa sejak Senin (29/9). Namun, 1 Syawal 1429 H ditetapkan pada Selasa (30/9).

Jumat, 19 September 2008


Ahmadinejad Desak Orang Israel Kembali ke Negara Asal
Jumat, 19 September 2008 05:01 WIB TEHERAN -- Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyatakan, Kamis, Iran tidak memiliki masalah dengan orang Yahudi Israel namun mendesak mereka kembali ke "negara-negara asal" mereka."Meski... Selengkapnya »


Senin, 15 September 2008

Ramadhan yang Dirindukan di Tanah Persia

Ramadhan, adalah hadiah terindah yang dianugerahkan Allah swt kepada umat Islam. Di berbagai penjuru dunia, kaum Muslimin menyambutnya dengan penuh kehangatan, terlebih di negeri yang mayoritas muslim seperti Republik Islam Iran. Beberapa hari menjelang Ramadhan, suasana peningkatan aktifitas spiritual mulai terasa di berbagai masjid serta pusat keagamaan. Suasana seperti ini, lebih terasa lagi di kota-kota yang kental nuansa spiritualnya, seperti Qom dan Mashad.
Di Iran, sebagaimana di belahan negeri muslim lainnya, bulan Ramadhan sangat identik dengan bulan Quran. Kegiatan tadarus diselenggarakan di berbagai masjid, yayasan serta pusat-pusat pendidikan. Saya jadi teringat, saat masih menjadi mahasiswa di kota Qom, lima belas menit hingga tiga puluh menit sebelum perkuliahan dimulai, biasanya diisi dengan tadarus bersama. Selepas shalat dzuhur berjamaah, dilanjutkan dengan kuliah tafsir yang menyegarkan ruhiah, mengobati dahaga lahiriah.

Lebih dari itu, suasana Qurani juga dimeriahkan dengan pelaksanaan pameran dan musabaqe Quran (lomba seputar al-Quran). Pameran Quran diselenggarakan di berbagai kampus, sekolah dan lembaga lainnya. Setiap tahun, pameran Quran tingkat nasional dipusatkan di Mushalla Imam Khomeini, Tehran. Dalam pameran tersebut, digelar berbagai hasil karya yang berkaitan dengan Quran mulai dari pameran mushaf, kaligrafi, tafsir, buku-buku dan cd sampai berbagai aksesoris Quran lainnya. Isi al-Quran yang ada di Iran, sama dengan yang kita pergunakan di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya.
Tak ketinggalan, sejumlah stasiun televisi pun turut menyambut bulan suci ini dengan berbagai tayangan khas Ramadhan, mulai dari ceramah keagamaan, kuis, doa dan acara dunia Islam sampai tayangan sinetron. Sinetron yang diputar di bulan Ramadhan, biasanya memiliki rating tinggi dengan tema yang sangat menyentuh keseharian masyarakat Iran. Kehangatan tv menyapa dari sahur sampai berbuka.
Di antara tayangan yang membuat saya terpikat adalah liputan tradisi buka bersama yang dilakukan salah satu suku pedalaman di Iran. Tua, muda dan anak-anak berkumpul di tenda besar menyantap non lavashi (semacam roti tipis ala india) ditemani ab gush (sup daging). Kaum perempuan bahu membahu menyalakan tungku api, sedang para pria bertugas memotong kambing sampai menguliti dagingnya. Suasana kebersamaan begitu terasa, sungguh pemandangan yang amat memesona.
Kekhasan Ramadhan lainnya yang juga menjadi tradisi di negeri Persia ini, hidangan berbuka. Menjelang maghrib, berbagai restoran menjual menu khas berbuka seperti halim dan asy. Halim, semacam sup yang terbuat dari gandum campur daging dibubuhi kacang peste (pistachio) dan kelapa tabur. Sedang, ash semacam sup, bedanya terbuat dari sayuran yang dihaluskan, ditambah mie halus lalu disiram saus kasyk. Keduanya dihidangkan panas-panas. Makanan lainnya yang menjadi menu pembuka adalah kurma dan manisan Zolubia dan Bomiya, makanan yang terbuat dari terigu diguyur gula yang hanya disajikan pada bulan Ramadhan. Biasanya, orang Iran menyantapnya dengan keju.
Meskipun tidak dikenal istilah salat tarawih, masyarakat Iran melakukan salat sunah di rumah dan masjid. Masjid-masjid di malam Ramadhan diisi dengan ritual salat sunah, doa bersama dan ceramah keagamaan. Puncak kegiatan doa bersama di Iran jatuh pada malam ke 19, 21 dan 23 Ramadhan. Di ketiga malam itu, jalanan disesaki lalu lalang orang yang berangkat dan pulang dari masjid. Selama tiga hari, sekolah, kampus dan instansi lainnya diliburkan. Masyarakat Iran tua, muda, remaja, bahkan anak-anak berbondong-bondong memenuhi masjid.
Saat di kota Qom, biasanya saya pergi ke Masjid Maksumah (Masjid terbesar di kota Qom). Masyarakat mengharu biru di bawah atap langit ditemani kerlip bintang. Semakin malam, suara sayup-sayup maddah (pemandu doa) semakin menyayat, menggetarkan berjuta hati dan berakhir dengan lautan air mata. Saat pertama mengikuti acara ini, hati saya juga ikut larut, padahal waktu itu saya masih belum bisa memahami bahasa Farsi.
Masyarakat kembali tumpah ruah ke jalan pada Jum’at terakhir bulan Ramadhan. Mereka turut menggabungkan diri dalam derita rakyat Palestina di hari Quds sedunia. Pada tahun kedua puasa di Iran, saya bersama puluhan mahasiswa Indonesia lainnya pernah bergabung dalam acara long march peduli Palestina. Saat itu, kami berjalan ditemani rinai hujan musim gugur. Kali ini, Ramadhan tiba di penghujung musim panas. Meski sengatan hawa panas mulai melunak, tapi berjalan di tengah terik matahari sambil berpuasa bukanlah hal yang mudah. Padahal, acara semacam ini diperingati setiap tahun, tak kenal musim dan cuaca.
Akhir Ramadhan ditutup dengan pelaksanaan salat Idul Fitri. Masjid dipenuhi para jamaah hingga ke halaman. Sebelum pelaksanaan salat, masyarakat membayar zakat fitrah di kotak-kotak amal yang disediakan oleh yayasan Imdad Mustadhafin, sebuah lembaga zakat dan shadaqah terbesar di Iran. Hari raya Idul fitri di Iran diperingati sebagai hari Mustadhafin, hari berbagi dengan para fakir miskin. Demikian sekelumit catatan tentang Ramadhan di Iran. Rindu Ramadhan adalah rindu amal, rindu pengorbanan dan persatuan. Salam Ramadhan dari tanah Persia. (Afifah Ahmad, Tehran, Iran)

PKPU SUMBAR




Selasa, 09 September 2008

Masjid Merah yang Masih “Merah”

ImageTragedi pembantaian di Masjid Merah (Masjid Lal), Islamabad memang sudah berlalu. Namun, trauma, aroma amis darah dan kegetiran masih terasa di sekeliling lingkungan masjid.

Selasa, 10 Juli tahun 2007 lalu, sejak dini hari, aparat keamanan selangkah demi selangkah mendekati komplek Masjid Merah di jantung kota Islamabad, Pakistan. Tapi serangannya memerlukan waktu dan lebih sulit dari yang diperhitungkan.

Ratusan santri dan kelompok bersenjata berat, melancarkan perlawanan sengit. Selama sepekan mereka menjadikan Masjid Merah dan madrasah yang terletak di kompleksnya sebagai benteng.

Setelah dua hari, operasi penyerangan berakhir. Diperkirakan 800 orang -termasuk para santri- tewas akibat serangan tentara Pakistan yang bersandi Operasi Siluman itu. Di antara korban tewas terdapat Maulana Abdul Rasheed Ghazi, wakil pemimpin Masjid Merah -seorang tokoh yang bersama abangnya, Imam Masjid Merah Abdul Aziz Ghazi, menjadi musuh Musharraf.

Jumlah korban yang mencapai 800-an itu sungguh luar biasa meski pejabat pemerintah hanya menyebut angka korban mencapai 200 lebih. Namun, seorang relawan Pakistan, Abdus Sattar Edhi, kala itu sempat menerima permintaan pemerintah untuk menyiapkan 800 kantong mayat, padahal sebelumnya ia sudah mengirim 300 kantong.

Berdasarkan laporan-laporan setempat, Presiden Pakistan Jenderal Pervez Musharraf, dinilai sejumlah pihak melakukan tindakan nekad dengan mengizinkan pasukan keamanannya menyerang Masjid Merah yang dikuasai kelompok militan Islam. Keputusan itu dibuatnya dalam sebuah pertemuan bersama pejabat senior pemerintah.

Penyerbuan brutal militer Pakistan itu dipicu ketegangan akibat perlawanan dan unjuk rasa anti-pemerintah yang digelar pengurus Masjid Merah, pada awal Juli 2007. Ketegangan tersebut berujung pada perlawanan bersenjata oleh pengurus masjid.

Tak terima dengan perlakuan takmir masjid, sepekan kemudian, militer Pakistan datang menggempur dan secara brutal menembaki siapa saja yang berada di lingkungan masjid. Tak pelak, korban pun berjatuhan, kebanyakan wanita dan anak-anak.

Tragedi pembantaian itu memang telah berlalu. Namun, peristiwa keji itu masih menyisakan trauma mendalam bagi warga Islamabad yang kerap melaksanakan shalat di Masjid Merah.

Abdul Rehman, warga setempat yang selama 15 tahun melaksanakan shalat di Masjid Merah mengatakan, bayang-bayang kematian dan pertumpahan darah senantiasa menghantuinya. “Setiap kali saya berangkat shalat ke masjid, saya merasakan ketakutan yang luar biasa. Seperti ada sesuatu di sana yang tak bisa dilihat, namun hanya bisa dirasakan,” katanya kepada IslamOnline.

Setelah serangan itu, selama beberapa malam Rehman tak dapat tidur nyenyak. Tiap kali mencoba menutup mata, bayang-bayang kengerian menghantuinya. “Saya tidak tahu apakah mereka yang melakukan tindakan brutal itu bisa tidur nyenyak atau tidak?” ujarnya.

Meski pemerintah telah mengecat ulang warna masjid dari merah menjadi hijau pasca operasi militer, Rehman merasa masjid itu masih berwarna merah. “Mungkin mata tak dapat melihat lumuran darah itu lagi. Namun hati dapat merasakannya.”

Seperti para jamaah masjid lainnya, Sabohi Khanun juga merasakan desingan peluru dan rintihan korban tewas masih berdengung di telinganya. “Masyarakat sekitar masih mengingat dengan baik teriakan para santri Masjid Merah yang meregang nyawa. Gelimpangan mayat anak-anak dan wanita masih terbayang di pelupuk mata masyarakat,” tutur Khanum, sarjana lulusan sebuah akademi di Islamabad.

Bagi Khanum, bayangan buruk tragedi Masjid Merah akan selalu menghantui masyarakat, setidaknya hingga keadilan menyapa roh para korban. Jika orang-orang yang bertanggungjawab dalam serangan Masjid Merah belum diadili, maka fenomena seperti Masjid Merah akan ditemui dimana-mana. “Para pelaku, termasuk Musharraf mesti diseret ke pengadilan. Jika tidak, fenomena bom bunuh diri di Pakistan takkan menemui akhir,” kata Khanum.

Seluruh tokoh yang terlibat dalam serangan Masjid Merah hingga kini masih banyak yang duduk di pemerintahan. Inilah yang menyulut balas dendam masyarakat. Kelompok-kelompok militan Islam menyatakan perang terhadap pemerintahan Presiden Musharraf dan melakukan serangan balasan, dengan tembakan senjata maupun bom bunuh diri. Serangan ini tak hanya diarahkan ke titik-titik pemerintahan di wilayah baratlaut Pakistan yang menjadi basis kelompok militan saja, namun juga dilakukan di kota-kota besar semisal Islamabad dan Karachi.

Banyak analis politik yang meyakini tragedi berdarah Masjid Merah begitu berpengaruh terhadap konstelasi politik Pakistan dewasa ini. “Serangan mengerikan itu tidak hanya merubah politik Pakistan saja, namun juga menghembuskan sentimen anti-Amerika Serikat secara luas,” kata Sajjad Mir, pengamat politik yang berdomisili di Karachi.

Kenangan buruk Masjid Merah takkan terhapus hanya dengan mengganti warna bangunannya. Walau kini masjid itu berwarna hijau, sejatinya ia masih tetap “merah”.

Sabtu, 06 September 2008

SEPUTAR SITUASI MUSLIM PALESTINA

Sholat Tarawih di Masjid Al-Aqsa, Perlu Izin Tentara Israel!

HTI-Press. Baitul Maqdis, 1 Ramadhan 1429 H. Ketika kaum Muslim bersuka cita menyambut kedatangan bulan suci Mulia, Bulan Ramadhan, nun jauh di Palestina, Israel dilaporkan ‘membolehkan’ sebagian penduduk Palestina mengunjungi Masjid Al-Aqsa yang terletak di Baitul Maqdis Timur untuk menunaikan ibadah sepanjang bulan Ramadhan ini.

Inilah kenyataanya apabila sistem Khilafah yang menjaga tempat suci umat Islam telah tiada. Umat Islam ingin mengunjungi Tanah suci ketiga ini terpaksa harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari tentara Yahudi laknatullah’alaih.

Dalam suatu kenyataan, sebagaimana dilaporkan AFP, Kementerian Pertahanan Israel berkata, setiap laki-laki Palestina berumur antara 45 dan 50 tahun serta sudah berkeluarga, diperbolehkan mengunjungi masjid tersebut, yaitu tempat suci ketiga bagi umat Islam untuk menunaikan sholat Jum’at. Izin juga diberikan kepada laki-laki berusia lebih dari 50 tahun dan wanita berusia lebih dari 45 tahun. Bagi penduduk Palestina di Tepi Barat yang berusia 30 hingga 45 tahun juga, hanya mereka yang mempunyai izin khusu yang dikeluarkan oleh tentara Israel diperbolehkan mengunjungi masjid itu. Pihak berkuasa Israel dilaporkan turut bercadang melanjutkan masa operasi di pusat-pusat pemeriksaan tentara di Tepi Barat.

Selain itu, pihak berkuasa Zionis juga memperbolehkan kaum keluarga menyerahkan bungkusan kepada 11.000 rakyat Palestina yang ditahan di beberapa penjara Israel. Langkat itu diumumkan oleh Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert dan Presiden Palestina, Mahmud Abbas saat menghadiri sebuah pertemuan. Ini merupakan sebagian dari usaha kedua belah pihak untuk mewujudkan perjanjian damai dengan Israel yang diharapkan dapat ditandatangani menjelang penghujung tahun ini. Pihak Palestina sebelumnya menuntut wilayah Baitul Maqdis Timur sebagai ibu negara mereka, sebagaimana dilaporkan AFP.

Masalah konflik Israel-Palestina ini bukannya masalah perjuangan setempat dan kebangsaan, tetapi ia adalah perjuangan antara kekuasaan kuffar dan Islam. Baitul Maqdis adalah tanah suci umat Islam, bukan tanah suci bagi Palestina saja, telah dinodai oleh Rejim Israel laknatullah ‘alaih.

Dengan persekongkolan politik oleh PBB, negara Israel yang tidak pernah ada di dalam peta dunia telah diwujudkan dan umat Islam telah dirampas tanahnya dan tempat suci ketiga mereka telah dikuasai oleh tentara Yahudi. Penyelesaian kepada masalah Israel ini bukannya di meja perundingan, tetapi dengan jihad terhadap Israel ini oleh negeri-negeri Islam yang bertetanggaan dengan mereka, kemudia kalau mereka tidak mampu barulah negara-negara yang paling paling dekat dan seterusnya.

Sebelum tanah Palestna jatuh ke tangan Yahudi, Theodore Herzl (Zionist) telah bertemu dengan Sultan Abdul Hamid II, Khalifah kaum Muslim di Turki, dan telah membujuk Sultan agar menjual tanah kosong di Palestina kepada Yahudi. Sebagai bayarannya, Zionis akan membayar Sultan Abdul Hamid:

  1. 150 juta uang emas Inggris
  2. melunaskan segara utang Khalifah Utsmaniyah
  3. mendirikan pasukan armada laun untuk kerajaan Khalifah
  4. membina Universitas Utsmaniyah di Baitul Maqdis
  5. memberi dukungan politik kepada Sultan di Eropa dan Amerika

Namun, dengan keimanan yang mendalam dan ketaqwaan yang kokoh, Khalifah Abdul Hamid memberikan jawaban:

“Sampaikanlah kepada Yahudi yang tidak sopan itu bahwa hutang Utsmani bukanlah sebuah hal yang memalukan, Perancis juga memiliki dan hutang tersebut tidak mempengaruhi negara itu, Yerussalem menjadi bagian dari tanah kaum Muslim sejak Umar bin Khaththab membebaskan kota tersebut dan aku tidak akan pernah mau menanggung benan sejarah memalukan dengan menjual tanah suci kepada Yahudi dan mengkhianati tanggung jawab dan kepercayaan dari kaumku. Silahkan Yahudi itu menyimpan uang mereka, dan Utsmani tidak akan pernah mau berlindung di balik benteng yang dibuat dari uang musuh-musuh Islam,” kata Sultan. Beliau juga meminta Hertzl agar pergi dan tidak pernah kembali menemui beliau lagi.

Namun, ternyata setelah meninggalnya sang Khalifah, akhirnya tanah Palestina diduduki juga oleh Yahudi laknatullah ‘alaih ini sebagai hasil dari pengkhianatan para pemimpin Arab. Telah sekian lama generasi umat ini mencoba mempertahankan tanah suci Palestina. Namun sayangnya, umat Islam ini berjuang tanpa kekuatan serang pemimpin yang akan menjaga dan melindungi mereka. Para pemimpin negara-negara Arab hingga kini masih lebih mementingkan ashobiyah mereka sendiri daripada membebaskan tanah suci ketiga milik umat Islam ini.

Yakinlah bahwa Insya Allah Khilafah Rashidah yang kedua kalinya akan segera berdiri dalam waktu yang tak lama lagi. Khilafah akan segera membebaskan bumi suci ini dari tangan-tangan kotor Yahudi laknatullah ‘alaih. (nl/li)

Add This! Blinklist BlueDot Connotea del.icio.us Digg Diigo Facebook FeedMeLinks Google Magnolia Ask.com Yahoo! MyWeb Netvouz Newsvine reddit Simpy SlashDot Spurl StumbleUpon Technorati

Cetak halaman ini Cetak halaman ini Post2PDF Simpan artikel ini dalam format PDF

Tags: ,

Leave a Reply

Senin, 01 September 2008

Pemerintah Swiss Tentang Larangan Menara Masjid


20080828152823

JENEWA — Pemerintah Swiss menegaskan kembali pada 27 Agustus lalu, jika kampanye yang dilakukan kelompok ultra kanan, Partai Rakyat Swiss (SVP) untuk melakukan referendum tentang pelarangan mendirikan menara masjid di Eropa Tengah, merupakan tindakan diskriminasi dan inkonstitusional.

"Inisiatif populer menentang konstruksi menara masjid telah dimasukkan berkaitan dengan kebijakan aplikatif tapi bertentangan dengan jaminan hak asasi internasional dan kontra dengan nilai utama dari Undang-Undang Negara Swiss," begitu pernyataan pemerintah seperti yang dikutip oleh kantor berita Reuters.

SVP yang menyebarkan kampanye tersebut telah mengumpulkan 113.540 tanda tangan, jumlah yang cukup untuk memaksa pungutan suara nasional terhadap pelarangan menara masjid. Menurut undang-undang Swiss, elektorat dapat meminta pungutan suara resmi jika mampu mengumpulkan 100.000 tanda tangan dari pemilih yang telah ditentukan layak, untuk inisiatif undang-undang baru.

Proposal menara itu telah didiskusikan oleh parlemen sebelum dilakukan pemungutan suara populer dan proses tersebut akan memakan waktu beberapa tahun. Pemerintah menghimbau kepada parlemen untuk merekomendasikan ''tidak'' pada pungutan suara, karena berlawanan baik dengan konvensi hak asasi PBB maupun yang berlaku di Eropa.

Pemerintah juga mengingatkan akibat dari menyetujui pelarangan tersebut. "Proposal tersebut sama sekali tidak mencerminkan cara tepat untuk mencegah dan melawan kekerasan yang menjadi bagian dari kelompok ekstrim fundamentalis," ujar pemerintah.

SVP sendiri yang mengaku berkampanye untuk melindungi nilai-nilai Kristiani menuding jika menara masjid ialah simbol kekuatan dan mengancam tatanan undang-undang di Switzerland.

Kini ada dua masjid yang memiliki menara di negara Eropa Tengah tersebut, masing-masing di Jenewa dan Zurich. Namun sering kali panggilan untuk ibadah sholat tidak dikumandangkan lewat menara-menara tersebut. Kabinet juga mengatakan jika pelarangan itu akan merusak citra Swiss di mata dunia.

"Ini akan menghasilkan dampak negatif bagi keamanan fasilitas dan menurunkan daya tarik perekonomian di Swiss,". Saat ini jumlah warga Muslim mencapai 350.000 orang dari total populasi penduduk sebesar 7,4 juta jiwa. Islam menjadi agama terbesar kedua di Swiss setelah Nasrani./it